MAHBUB AZQIA
www.mahbubazqia.blogspot.com
Minggu, 27 Juli 2014
MENGHARGAI WAKTU
Bismillahirrohmanirrohiim
Ramadhan begitu cepat akan berlalu..
Waktu memang begitu berharga.
Bayangkan ada sebuah bank yang memberimu pinjaman berupa uang sejumlah Rp.86.400,- setiap paginya. Semua uang itu harus kau gunakan.
Pada malam hari,bank akan menghapus sisa uang yang tidak kau gunakan selama sehari.
Coba tebak, apa yang akan kau lakukan?
Tentu saja, menghabiskan semua uang pinjaman itu.
Setiap dari kita memiliki bank semacam itu; bernama WAKTU.
Setiap pagi, Allah ta’ala akan memberimu 86.400 detik.
Pada malam harinya Dia akan menghapus sisa waktu yang tidak kau gunakan untuk tujuan baik, karena Dia tidak memberikan sisa waktunya padamu.
Dia juga tidak memberikan waktu tambahan.
Setiap hari Dia akan membuka satu rekening baru utnukmu.
Setiap malam ia akan menghanguskan yang tersisa.
Jika kau tidak menggunakannya maka kerugian akan meninpamu.
Kamu tidak bisa menariknya kembali.
Juga, kamu tidak bisa meminta “uang muka” untuk keesokan hari.
Kamu harus hidup di dalam simpanan hari ini.
Maka dari itu, investasikanlah untuk Akhiratmu,
Jam terus berdetak.
Gunakan waktumu sebaik – baiknya.
Agar tahu pentingnya waktu SETAHUN, tanyakan pada murid yang gagal kelas.
Agar tahu pentingnya waktu SEBULAN, tanyakan pada ibu yang melahirkan prematur.
Agar tahu pentingnya waktu SEMINGGU, tanyakan pada editor majalah mingguan.
Agar tahu pentingnya waktu SEJAM, tanyakan pada kekasih yang menunggu untuk bertemu.
Agar tahu pentingnya waktu SEMENIT, tanyakan pada orang yang ketinggalan kereta.
Agar tahu pentingnya waktu SEDETIK, tanyakan pada orang yang baru saja terhindar dari kecelakaan.
Agar tahu pentingnya waktu SEMILI DETIK, tanyakan pada peraih medali perak Olimpiade.
Hargailah setiap waktu yang kamu miliki.
Dan lebih berharga lagi bila kamu menggunakannya untuk tujuan Kehidupan yang hakiki, Karena kehidupan ini adalah fana…
Dan ingatlah waktu tidaklah menunggu siapa – siapa,
Ia akan meninggalkan kita tanpa kompromi…
Demi WAKTU…
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam KERUGIAN…
Kecuali orang-orang yang BERIMAN dan mengerjakan AMAL SALEH…
Dan NASEHAT-MENASEHATI supaya mentaati KEBENARAN…
Dan NASEHAT-MENASEHATI supaya menetapi KESABARAN.
(QS Al ‘Ashr :1-3)
Subhaanallaah...
Semoga kita tidak termasuk orang yang merugi dengan waktu. Aamiin
Rabu, 12 Maret 2014
TATA - TATA CARA BERSUCI DARI HAID DAN JUNUB
Bismillahirrohmanirrohiim
Cara mandi bagi wanita yang sudah selesai haidnya atau telah berjunub adalah sama dengan cara laki-laki mandi junub, hanya bagi wanita tidak wajib atasnya melepas ikatan atau kepangan (jalinan) rambutnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu anhaa berikut ini : "Seorang wanita berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : "Sesungguhnya aku adalah orang yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku (harus) membuka ikatan rambutkau untuk mandi janabat. " Rasulullah menjawawb: "Sungguh cukup bagimu menuang mengguyur) atas kepalamu tiga tuangan dengan air kemudian engkau siram seluruh badanmu, maka sungguh dengan berbuat demikian) engkau telah bersuci." {HR. Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi dan dia berkata hadits ini adalah hasan shahih)Dalam riwayat lain hadits ini dari jalan Abdurrazaq dengan lafadz: "Apakah aku harus (harus) melepaskannya (ikatan rambutku) untuk mandi janabat?" disunahkan bagi wanita apbila mandi dari haid atau nifas memakai kapas yang ditaruh padanya minyak wangi lalu digunakan untuk membersihkan bekas darah agar tidak meninggalkan bau. Hal ini diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisah Radhiallahu anha : "Bahwasanya Asma binti Yazid bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang mandi haid. Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda : "(hendklah) salah seorang di antara kalian memakai air yang dicampur dengan daun bidara (wewangian), kemudian dia bersuci dengannya lalu berwudhu dan memperbaiki wudhunya. Kemudian dia siramkan air di atas kepalanya. Lalu dia siramkan atasnya air (ke seluruh tubuh) setelah itu (hendaklah) dia mengambil kapas (atau kain yang telah diberi minyak wangi) kemudian ia bersuci dengannya."{HR. Al-Jamaah kecuali Tirmidzi}
Tidaklah mandi haid atau junub dinamakan mandi syari, kecuali dengan dua hal :
1. Niat, karena dengan niat terbedakan dari kebiasan dengan ibadah, dalilnya hadits Umar bin Khaththab radhiallahu anhu: "bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya."{HR. Al-Jamaah}
Maknanya adalah bahwasanya sahnya amalan itu dengan niat, amal tanpa niat tidak dianggap syari. Yang perlu diingat bahwa niat adalah amalan hati bukan amalan lisan, jadi tidak perlu diucapkan.
2. Membersihkan seluruh anggota badan (mandi) dalam mengamalkan firman Allah subhanahu wa Taala: "Dan apabila kalian junub maka mandilah.{Al-Maidah :6}
Dan juga firman Allah subhanahu wa Taala : "Mereka bertanya kepadamu tentang haid , katakanlah haid itu kotoran yang menyakitkan) maka dari itu jauhkanlah diri kalian dari wanita (istri)yang sedang haiddan janganlah engkau mendekati mereka, sampai mereka bersuci (mandi)."{Al-Baqarah : 222}
Adapun tata cara mandi yang disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah :
1. mencuci kedua tangan sekali, dua kali atau tiga kali.
2. lalu mencuci kemaluan dengan tangan kiri, setelah itu tangan bekas menggsok kemaluan tersebut digosokan ke bumi.
3. kemudian berwudhu seperti wudhunyaorang yang mau shalat. Boleh mengakhirkan kedua kaki (dalam berwudhu tidak mencuci kaki)sampai mandi selesaibaru kemudian mencuci kedua kaki.
4. membasahi kepala sampai pangkal rambutdengan menyela-nyelanya dengan jari-jemari.
5. setelah itu menuangkan air di atas kepala sebanyak tiga kali.
6. kemudian menyiram seluruh tubuh, dimulai dengan bagian kanan tubuh lalu bagian kiri sambil membersihkan kedua ketiak, telinga bagian dalam, pusar dan jari jemari kaki serta menggosok bagian tubuh yang mungkin digosok.
7. selesai mandi, mencuci kedua kaki bagi yang mengakhirkannya (tidak mencucinya tatkala berwudhu)
8. membersihkan/mengeringkan airyang ada di badan dengan tangan (dan boleh dengan handuk atau lainnya)
Tata cara mandi seperti di atas sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam : "dari Aisah radhiallahu anha, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam apabila dari junub beliau mulai dengan mencuci kedua tangannya, lalu beliau mengambil air dengan tangan kanan kemudian dituangkan di atas tangan kiri (yang) beliau gunakan untuk mencuci kemaluannya. Kemudian beliau berwudhu seperti wudhunya orang yang mau shalat. Selesai itu beliau mengambil air(dan menuangkannya di kepalanya)sambil memasukan jari-jemarinyake pangkal rambutnyahingga beliau mengetahui bahwasanya beliau telah membersihkan kepalanya dengan tiga siraman (air), kemudian menyiram seluruh badannya."{HR. Bukhari dan Muslim}
Dan juga hadits : "Dari Aisyah radhiallahu anha berkata: Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apabila mandi janabat beliau meminta air, kemudian beliau ambil dengan telapak tangannya dan dan mulai (mencuci) bagian kanan kepalanya lalu bagian kirinya. Setelah itu beliau mengambil air dengan kedua telapak tangannya lalu beliau balikkan (tumpahkan) di atas kepalanya."{HR. Bukhari dan Muslim}
Dalam hadits lain : "Dari Maimunah radhiallahu anha berkata : "Aku meletakan air untuk mandi Nabi shallallahu alaihi wasallam. Kemudian beliau menuangkan atas kedua tangannya dan mencucinya dua atau tiga kali, lalu beliau menuangkan dengan tangan kanannya atas tangan kirinya dan mencuci kemaluannya (dengan tangan kiri), setelah itu beliau gosokkan tangan (kirinya) ke tanah.Kemudian beliau berkumur-kumur, memasukanair ke hidung dan menyemburkannya, lalu mencuci kedua wajah dan kedua tangannya, kemudian mencuci kepalnya tiga kali dan menyiram seluruh badannya. Selesai itu beliau menjauh dari tempat mandinya lalu mencuci kedua kakinya. Berkata Maimunah : Maka aku berikan kepadanya secarik kain akan tetapi beliau tidak menginginkannya dan tetaplah beliau mengeringkan air (yang ada pada badannya) dengan tangannya."{HR. Al-Jamaah}
Cara mandi di atas adalah cara mandi wajib yang sempurna yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim dalam rangka untuk mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Perlu diketahui bahwa untuk mandi besar ada dua sifat:
1. Mandi sempurna dengan menggunakan cara-cara di atas.
2. Mandi biasa yaitu mandi yang hanya melakukan hal yang wajib saja tanpa melakukan sunnahnya, dallinya keumuman ayat dalam surat yang artinya : "Janganlah kalian dekati mereka (wanita Haid) sampai mereka bersuci (mandi) dan apbila mereka telah mandi...."{Al-Baqarah 222}. Dan juga dalam firman Allah subhanahu wa Taala : Dan apabila kalian junub maka bersucilah (mandilah)."{Al-Maidah : 6}
Dalam dua ayat di atas Allah subhanau wa Taala tidak menyebutkan kecuali mandi saja, dan barang siapa telah membasahi seluruh badannya dengan air dengan mandi besar walaupun hanya sekali berarti dia telah suci. Yang demikian juga telah ada keterangan dari hadits shahih dari Aisyah dan Maimunah radhiallahu anhuma, juga hadits Ummu Salamah radhiallahu anha : "Cukuplah bagimu menuangkan air di atas kepalanya tiga kali tuangan , kemudian engkau siram (seluruh badanmu) dengan air, (dengan berbuat dmikian) maka sungguh engkau telah bersuci."{HR. Muslim}
Sebaik-baik teladan adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Semoga kita dapat mengamalkan sunnah dengan sebaik mungkin sampai akhir hayat kita. Aamiin
Wallahu a`lam
Jumat, 07 Maret 2014
Aqidah Kaum Sufi
Bismillahirrohmanirrohiim
Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani
Perlu anda ketahui, wahai saudaraku, kaum sufi telah sepakat bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa yang tiada duanya, bersih dari teman (istri) dan anak, Mahadiraja yang tiada sekutu, Sang Pencipta yang tidak ada pengatur lain bersamanya, ada (wujud) dengan Dzat-Nya tanpa membutuhkan Pencipta yang mewujudkan-Nya, akan tetapi justru segala yang diwujudkan ini butuh kepada-Nya. Maka seluruh alam ini wujud karena-Nya, sedangkan Allah Swt. wujud dengan Dzat-Nya sendiri, tidak ada permulaan bagi wujud-Nya dan tidak ada akhir dalam kekekalan-Nya, akan tetapi wujud-Nya secara mutlak yang terus-menerus berbuat dengan sendiri-Nya. Dia bukanlah jauhar yang bisa diukur dengan tempat, dan juga bukan ‘aradh yang mustahil untuk bisa tinggal, bukan pula jisim yang memerlukan arah. Dia Mahasuci dari segala arah dan wilayah, hanya bisa dilihat oleh mata kalbu, istiwa’ di ‘arasy-Nya sebagaimana yang difirmankan dan sesuai dengan apa yang dimaksudkan, sebagaimana juga ‘arasy-Nya dan apa yang dimuatnya mencakup dunia dan akhirat, tidak memiliki persamaan yang bisa dirasionalkan dan ditunjukkan oleh akal, tidak terbatas oleh waktu dan tidak termuat oleh tempat. Dia sekarang sebagaimana semula. Dialah yang menciptakan apa yang bisa bertempat dan juga tempatnya. Dialah yang menciptakan masa dan yang berfirman: “Akulah Dzat Yang Mahatunggal.
Yang Mahahidup, Yang tidak merasa berat untuk menjaga dan memelihara makhlukNya. Tidak memiliki sifat yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana sifat makhluk. Dia Mahasuci untuk ditempati oleh barang baru (makhluk) atau bertempat pada barang baru, atau makhluk ada sebelum-Nya atau Dia ada sebelum makhluk. Akan tetapi hanya bisa dikatakan bahwa Dia ada, dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya. Sebab sebelum dan sesudah adalah suatu ungkapan yang menunjukkan waktu yang juga merupakan makhluk yang Dia ciptakan. Maka kita tidak boleh mengatakan kepada-Nya sesuatu yang Dia sendiri tidak mengatakan untuk Diri-Nya. Sebab Dia telah mengatakan untuk Diri-Nya sendiri, “Mahaawal dan Mahaakhir,” dan bukan “sebelum dan sesudah.”
Dialah Yang Maha menjaga dan melakukan segala-galanya, yang tidak pernah tidur dan kantuk, Maha memaksa yang tidak bisa ditandingi. “Tidak ada sesuatu pun seperti Dia, dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Q.S. asy-Syura:11).
Dialah yang menciptakan ‘arasy dan dijadikan sebagai batas istiwa’ (sebagaimana yang Dia kehendaki), Dialah yang menciptakan Kursi yang luasnya cukup untuk bumi dan langit, menciptakan Lauh Mahfuzh dan al-Qalam (pena) yang tinggi, Dia lakukan sebagai pencatat pada makhluk sampai Hari Kiamat dan keputusan dilaksanakan. Dia menciptakan seluruh alam tanpa ada contoh sebelumnya, menciptakan makhluk dari apa yang diciptakan mereka. Dia memberi ruh pada jasad sebagai pengaman, Dia menjadikan jasad yang diberi ruh ini sebagai khalifah di bumi, lalu Dia menundukkan seluruh apa yang ada di langit dan di bumi untuknya. Maka tidak ada yang bisa bergerak sekalipun hanya seberat atom kecuali karena-Nya dan dengan-Nya. Dia menciptakan semua itu tanpa pamrih dan tak ada yang mengharuskanNya untuk menciptakan. Akan tetapi Ilmu-Nya tentang hal itu lebih dahulu, sehingga Dia menciptakan apa yang hendak Dia ciptakan.
Dia Mahaawal dan Mahaakhir, Dia Mahalahir dan Mahabatin, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia sangat memahami dan mengetahui segala sesuatu, Dia sanggup menghitung segala sesuatu dengan jumlah yang benar. Dia Mahatahu apa yang rahasia dan yang lebih rahasia, Dia mengetahui apa yang tidak sanggup dilihat oleh mata secara benar dan apa yang dirahasiakan oleh kalbu. Bagaimana mungkin Dia tidak tahu apa yang Dia ciptakan sendiri, “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui [apa yang kamu lahirkan dan rahasiakan]; dan Dia Maha Halus lagi Maha mengetahui?” (Q.S. al-Mulk: 14).
Dia telah tahu segala sesuatu sebelum terwujud, kemudian Dia mewujudkannya sesuai dengan apa yang Dia ketahui. Dia senantiasa tahu tentang segala sesuatu, sementara Ilmu-Nya tidak akan bertambah (baru) ketika terjadi sesuatu yang baru dalam lingkup Ilmu-Nya. Dia menciptakan segala sesuatu secara cermat dan kokoh, Dia Mahatahu secara global dan terinci dengan mutlak. Dialah Yang Maha mengetahui hal yang gaib dan yang bisa disaksikan oleh mata, maka Mahasuci Allah dan segala apa yang disekutukan oleh orang-orang musyrik. Dia Maha melakukan terhadap apa yang Dia kehendaki. Dialah yang berkehendak untuk menciptakan apa yang terwujud di alam bumi dan langit, dimana Kekuasaan-Nya tidak bergantung dengan mewujudkan sesuatu sehingga Dia menghendakinya, sebagaimana Dia tidak akan menghendaki sesuatu sehingga Dia mengetahui. Sebab sangat mustahil Allah Swt. menghendaki sesuatu yang Dia tidak mengetahuinya, atau melakukan perbuatan yang tidak Dia kehendaki, sedangkan Dia berbuat secara bebas dan atas pilihan-Nya sendiri. Juga sangat mustahil semua kenyataan ini terwujud bukan dan Dzat Yang Mahahidup. Demikian pula akan mustahil sifat-sifat ini ada tanpa Dzat yang diberi sifat.
Maka tidak ada apa pun dalam wujud ini baik taat maupun durhaka, untung maupun rugi, merdeka maupun hamba, dingin maupun panas, hidup maupun mati, berhasil maupun gagal, siang maupun malam, lurus maupun bengkok, daratan maupun lautan, genap maupun ganjil, jauhar maupun ‘aradh, sehat maupun sakit, senang maupun susah, jasad maupun ruh, gelap maupun terang, bumi maupun langit, banyak maupun sedikit, pagi maupun sore, putih maupun hitam, sadar maupun tidur, lahir maupun batin, bergerak maupun berhenti, kering maupun basah, kulit maupun isi, baik yang berlawanan maupun yang sepadan dan mirip kecuali semuanya dikehendaki oleh Allah Swt. Lalu bagaimana tidak dikehendaki-Nya sedangkan Dia yang menciptakan? Lalu bagaimana Dia yang punya kebebasan dalam mewujudkan segala sesuatu akan menciptakan sesuatu yang bukan atas Kehendak-Nya, dimana tidak ada yang bisa menolak apa yang menjadi amarNya, tidak ada yang menuntut dan menilai kebijakan hukumNya. Dia akan memberi kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki dan akan mencabutnya kembali dari orang yang Dia kehendaki pula, Dia akan mengangkat derajat orang yang Dia kehendaki dan akan rnerendahkan orang yang Dia kehendaki, Dia akan menyesatkan dan memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki. Apa yang Allah kehendaki akan terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terwujud.
Yang Mahahidup, Yang tidak merasa berat untuk menjaga dan memelihara makhlukNya. Tidak memiliki sifat yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana sifat makhluk. Dia Mahasuci untuk ditempati oleh barang baru (makhluk) atau bertempat pada barang baru, atau makhluk ada sebelum-Nya atau Dia ada sebelum makhluk. Akan tetapi hanya bisa dikatakan bahwa Dia ada, dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya. Sebab sebelum dan sesudah adalah suatu ungkapan yang menunjukkan waktu yang juga merupakan makhluk yang Dia ciptakan. Maka kita tidak boleh mengatakan kepada-Nya sesuatu yang Dia sendiri tidak mengatakan untuk Diri-Nya. Sebab Dia telah mengatakan untuk Diri-Nya sendiri, “Mahaawal dan Mahaakhir,” dan bukan “sebelum dan sesudah.”
Dialah Yang Maha menjaga dan melakukan segala-galanya, yang tidak pernah tidur dan kantuk, Maha memaksa yang tidak bisa ditandingi. “Tidak ada sesuatu pun seperti Dia, dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Q.S. asy-Syura:11).
Dialah yang menciptakan ‘arasy dan dijadikan sebagai batas istiwa’ (sebagaimana yang Dia kehendaki), Dialah yang menciptakan Kursi yang luasnya cukup untuk bumi dan langit, menciptakan Lauh Mahfuzh dan al-Qalam (pena) yang tinggi, Dia lakukan sebagai pencatat pada makhluk sampai Hari Kiamat dan keputusan dilaksanakan. Dia menciptakan seluruh alam tanpa ada contoh sebelumnya, menciptakan makhluk dari apa yang diciptakan mereka. Dia memberi ruh pada jasad sebagai pengaman, Dia menjadikan jasad yang diberi ruh ini sebagai khalifah di bumi, lalu Dia menundukkan seluruh apa yang ada di langit dan di bumi untuknya. Maka tidak ada yang bisa bergerak sekalipun hanya seberat atom kecuali karena-Nya dan dengan-Nya. Dia menciptakan semua itu tanpa pamrih dan tak ada yang mengharuskanNya untuk menciptakan. Akan tetapi Ilmu-Nya tentang hal itu lebih dahulu, sehingga Dia menciptakan apa yang hendak Dia ciptakan.
Dia Mahaawal dan Mahaakhir, Dia Mahalahir dan Mahabatin, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia sangat memahami dan mengetahui segala sesuatu, Dia sanggup menghitung segala sesuatu dengan jumlah yang benar. Dia Mahatahu apa yang rahasia dan yang lebih rahasia, Dia mengetahui apa yang tidak sanggup dilihat oleh mata secara benar dan apa yang dirahasiakan oleh kalbu. Bagaimana mungkin Dia tidak tahu apa yang Dia ciptakan sendiri, “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui [apa yang kamu lahirkan dan rahasiakan]; dan Dia Maha Halus lagi Maha mengetahui?” (Q.S. al-Mulk: 14).
Dia telah tahu segala sesuatu sebelum terwujud, kemudian Dia mewujudkannya sesuai dengan apa yang Dia ketahui. Dia senantiasa tahu tentang segala sesuatu, sementara Ilmu-Nya tidak akan bertambah (baru) ketika terjadi sesuatu yang baru dalam lingkup Ilmu-Nya. Dia menciptakan segala sesuatu secara cermat dan kokoh, Dia Mahatahu secara global dan terinci dengan mutlak. Dialah Yang Maha mengetahui hal yang gaib dan yang bisa disaksikan oleh mata, maka Mahasuci Allah dan segala apa yang disekutukan oleh orang-orang musyrik. Dia Maha melakukan terhadap apa yang Dia kehendaki. Dialah yang berkehendak untuk menciptakan apa yang terwujud di alam bumi dan langit, dimana Kekuasaan-Nya tidak bergantung dengan mewujudkan sesuatu sehingga Dia menghendakinya, sebagaimana Dia tidak akan menghendaki sesuatu sehingga Dia mengetahui. Sebab sangat mustahil Allah Swt. menghendaki sesuatu yang Dia tidak mengetahuinya, atau melakukan perbuatan yang tidak Dia kehendaki, sedangkan Dia berbuat secara bebas dan atas pilihan-Nya sendiri. Juga sangat mustahil semua kenyataan ini terwujud bukan dan Dzat Yang Mahahidup. Demikian pula akan mustahil sifat-sifat ini ada tanpa Dzat yang diberi sifat.
Maka tidak ada apa pun dalam wujud ini baik taat maupun durhaka, untung maupun rugi, merdeka maupun hamba, dingin maupun panas, hidup maupun mati, berhasil maupun gagal, siang maupun malam, lurus maupun bengkok, daratan maupun lautan, genap maupun ganjil, jauhar maupun ‘aradh, sehat maupun sakit, senang maupun susah, jasad maupun ruh, gelap maupun terang, bumi maupun langit, banyak maupun sedikit, pagi maupun sore, putih maupun hitam, sadar maupun tidur, lahir maupun batin, bergerak maupun berhenti, kering maupun basah, kulit maupun isi, baik yang berlawanan maupun yang sepadan dan mirip kecuali semuanya dikehendaki oleh Allah Swt. Lalu bagaimana tidak dikehendaki-Nya sedangkan Dia yang menciptakan? Lalu bagaimana Dia yang punya kebebasan dalam mewujudkan segala sesuatu akan menciptakan sesuatu yang bukan atas Kehendak-Nya, dimana tidak ada yang bisa menolak apa yang menjadi amarNya, tidak ada yang menuntut dan menilai kebijakan hukumNya. Dia akan memberi kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki dan akan mencabutnya kembali dari orang yang Dia kehendaki pula, Dia akan mengangkat derajat orang yang Dia kehendaki dan akan rnerendahkan orang yang Dia kehendaki, Dia akan menyesatkan dan memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki. Apa yang Allah kehendaki akan terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terwujud.
www.sufinews.com
Jumat, 28 Februari 2014
Diantara Tawadlu'nya Rasulullah S.A.W
Bismillahirrohmanirrohiim
Tawadhu'nya ( sifat rendah diri ) Rasulullah S.A.W. terdapat pada ketinggian manshobahnya dan derajatnya, beliau adalah manusia paling rendah diri dan yang tidak mempunyai kesombongan, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. mendapatkan dua pilihan antara menjadi Nabi berbentuk raja atau Nabi berbentuk hamba sahaya, maka beliau memilih menjadi berbentuk hamba, maka berkata Malaikat Israfil kepadanya : " Sesungguhnya Allah telah memberimu dengan sebab engkau berendah diri. Sesungguhnya engkau pemimpin anak Adam pada hari Kiamat, dan pertama memberi syafaat ".
Diriwayatkan dari Abu Umamah, bahwasanya Rasulullah S.A.W. keluar kepada kami memakai tongkat, maka kami berdiri ( menghormati/menyambut ) untuknya. Maka Rasulullah S.A.W. berkata : " Jangan kamu berdiri sebagaimana orang-orang ajam berdiri, membesarkan ( menghormati satu dengan yang lainnya ). Sesungguhnya aku adalah seorang hamba yang makan sebagaimana hamba sahaya makan, dan aku duduk sebagaimana hamba sahaya duduk ".
Dari tawadhu'nya, Rasulullah S.A.W. mengendarai keledai, menyambangi orang miskin, duduk bersama orang fakir, menjawab undangan hamba sahaya ( budak ) dan duduk bercampur ditengah sahabat-sahabatnya sampai selesai majelis.
Dalam Hadits Umar bin Khathab, Rasulullah S.A.W. berkata : " Janganlah kamu memujiku secara berlebihan sebagaimana orang Nasrani memuji Nabi Isa bin Maryam. Sesungguhnya saya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan Rasulnya. "
Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada satu orang perempuan mempunyai keperluan mendatangi Rasulullah S.A.W. dan berkata : " Sesungguhnya aku ada suatu keperluan padamu ", maka Rasulullah S.A.W. berkata : " Duduklah wahai Ummu Fulan ". Kemudian Rasulullah S.A.W. duduk sampai orang tersebut menyelesaikan keperluannya.
Berkata Anas bin Malik, Bahwasanya Rasulullah S.A.W. mengendarai keledai untuk menjawab undangan hamba sahaya, dalam undangannya disediakan roti kering dan kue yang sudah berubah baunya, maka beliau memakannya.
Rasulullah S.A.W. ketika Haji, mengendarai kendaraan dengan memakai selimut yang harganya tidak lebih dari 4 dirham, sambil berkata : " Ya Allah, jadikanlah hajiku haji yang mabrur tidak terdapat riya didalamnya atau kesombongan ". Dan beliau berkorban pada haji tersebut sebanyak 100 onta dan tatkala dibuka untuknya Makkah ( Fathul Makkah ) beliau memasukinya dengan tentara Muslim dengan menundukkan kepalanya diatas kendaraannya hingga hampir menyentuh kakinya berendah diri ( tawadhu' ) kepada Allah S.W.T.
Dari sifat rendah dirinya beliau terlihat dalam perkataannya : " Janganlah kamu membandingkan aku lebih baik dari Yunus bin Matta dan jangan pula kamu sekalian membandingkan aku dengan para Nabi dan janganlah kamu sekalian membandingkan aku lebih baik dari Musa, jika seandainya kejadian yang tertimpa Nabi Yusuf di penjara terjadi padaku, aku akan menjawab permintaan yang memintanya ". Dan beliau berkata kepada yang mengatakan padanya : " Ya Khairal Bariyyah ( wahai sebaik-baik manusia dimuka bumi ini ) itu adalah Ibrahim A.S. ".
Diriwayatkan dari Aisyah, Imam Hasan dan Abi Sa'id serta lainnya, bahwasanya Rasulullah S.A.W. di rumahnya melaksanakan pekerjaan keluarganya, membersihkan, melipat bajunya, memerah kambingnya, menyapu rumahnya, menjahit sandalnya apabila ada kerusakan, menyiapkan makanan dan minuman untuk hewannya, makan bersama pembantunya, membuat makanan bersamanya dan membawa barang belanjaannya dari pasar.
Pernah datang seorang laki-laki kepadanya, gemetar setelah melihatnya disebabkan haibah Rasulullah S.A.W., berkata Rasulullah S.A.W. kepadanya : " Tenanglah wahai saudaraku, sesungguhnya aku bukan malaikat, akan tetapi seorang laki-laki yang dilahirkan dari perempuan Quraisy yang makan makanan ".
Dari Abu Hurairah, aku masuk pasar bersama Rasulullah S.A.W. dan beliau membeli satu celana dan berkata kepada penjual : " Timbang dan hargailah ". Tatkala selesai, si penjual menarik tangan Rasulullah S.A.W. dan menciumnya, Rasulullah menarik tangannya dengan berkata : " Ini pekerjaan dilakukan orang ajam terhadap raja-rajanya dan aku bukanlah seorang raja, tetapi seorang laki-laki sama denganmu ". Kemudian Rasulullah S.A.W. mengambil celana tersebut, maka aku ( Abu Hurairah ) mendekati Rasulullah S.A.W. untuk membawakan celana tersebut, beliau berkata : " Pemilik sesuatu lebih pantas untuk membawa miliknya ".
Wallahu a`lam
Rabu, 19 Februari 2014
Rambut Gondrong dan Dinamika Perlawanannya
Bismillahirrohmanirrohiim
Ada banyak orang yang beranggapan, mereka yang memelihara rambut gondrong sebagai tipikal manusia yang tak mau diatur, bebal, dan sering sekali disebut (maaf!) tidak mengenal sopan santun. Tidak mengherankan, dalam film-film borjuis para penjahat digambarkan dengan rambut gondrong, memakai kacamata hitam, dan bertatto.
Namun, jika ditilik secara historis, seluruh argumen di atas akan segera berguguran. Sebagai missal, meminjam sejarawan Anthony Reid, rambut gondrong sangat melekat dalam tradisi masyarakat Asia Tenggara, termasuk nusantara saat itu, sebagai perlambang atau simbol kekuatan dan kewibawaan seseorang.
Dalam masyarakat Indonesia, setelah masuknya pengaruh islam dan barat, rambut mulai menjadi penanda seksualitas seseorang; laki-laki identik dengan rambut pendek dan rapi, sedangkan perempuan berambut panjang. Pemotongan rambut juga semakin dikaitkan dengan persoalan agama, sesuatu yang membedakan dengan tradisi leluhur masyarakat setempat yang dianggap belum beragama.
Selain peci dan pakaian rapi sebagai simbol aktivis pergerakan, rambut gondrong pun pernah menjadi identitas para pemuda dalam perjuangan revolusi Indonesia. Mulai dari jaman Jepang hingga masa-masa revolusi fisik, para pemuda pejuang semakin identik rambut gondrong dan seragam militer.
Oleh orang-orang Belanda, yang sudah terbiasa dengan rambut pendek dan disisir rapi seperti umumnya penampilan orang Eropa saat itu, para pemuda pejuang ini dilabeli cap “ekstremis”. Saat itu, terutama dari para pemuda dan bekas “jago” yang merasa terpanggil oleh revolusi, para pejuang semakin akrab dengan rambut panjang terurai, berseragam militer, dan sebuah pistol yang tersemat di pinggang.
Salah satu saksi hidup dan pelaku sejarah saat itu, Francisca C. Fanggidaej punya penggambaran sangat menarik soal itu. “Kota Yogya mendidih dari semangat dan tekad juang pemuda. Pekik dan salam MERDEKA memenuhi ruang udara kota. Jalan-jalan dikuasai pemuda: kebanyakan berambut gondrong, mereka bersenjatakan pestol, senapang, brengun sampai kelewang panjang Jepang, dan sudah tentu bambu-runcing. Kepala mereka mereka ikat dengan kain merah …. Yah, semangat juang, rasa romantisme dan kecenderungan kaum muda untuk berlagak dan bergaya bercampur dengan sikap serius dan tenang dengan tekad pantang mundur yang terpancar dari mata dan wajah mereka,” demikian ditulis Francisca Fanggidaej.
Ali Sastroamidjojo (1974:198) dalam otobiografinya menggambarkan pemuda yang berambut gondrong dengan gayanya yang urakan sebagai kekuatan revolusi di Yogyakarta pada awal tahun 1946.
Walaupun pernah menjadi simbol dari pemuda revolusioner, tetapi Soekarno pernah dibuat “kesel” dengan gaya rambut gondrong ini, terutama saat perjuangan melawan kebudayaan imperialis sedang memuncak. Karena rambut gondrong semakin identik dengan “lifestyle” pemuda-pemuda barat, maka Soekarno pun pernah memberi cap kepada mereka sebagai “kontra-revolusioner”.
Setelah memasuki era rejim Soeharto, rambut gondrong semakin ditindas dan divonis sebagai gaya yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Pangkopkamtib Jenderal Sumitro telah berkata, bahwa rambut gondrong membuat pemuda onverschillig, acuh tak acuh. Alhasil, sebagai pelaksanaan petuah dari petinggi militer, gerakan anti-gondrong pun mulai dikampanyekan di segala lini kehidupan.
Di sejumlah perguruan tinggi, para pimpinan Universitas sudah menyarankan mahasiswanya untuk tidak gondrong, dan kalau tetap memilih gaya tersebut, mereka dipersilahkan memilih pindah ke kampus lain yang menerima gondrong. Di Sumatera Utara, oleh gubernur saat itu, Marah Halim, telah dibentuk “”Badan Koordinator Pemberantasan Rambut Gondrong”—disingkat BAKORPRAGON, yang tugasnya adalah melakukan operasi dan menangkap mereka yang berambut gondrong.
Karena lama-kelamaan gerakan anti-gondrong ini semakin pukul rata, maka para seniman pun terkena getahnya, misalnya Sophan Sophiaan, Broery Marantika, Trio Bimbo, W.S. Rendra, Umar Kayam Affandi, Achmad Akbar, Remmy Silado, Ireng, Taufiq Ismail, dan lain sebagainya.
Di gerakan mahasiswa, yang semakin “kesal” dengan sikap Soeharto dalam membabat korupsi, rambut gondrong telah dijadikan sebagai salah satu bentuk perlawanan. Ketika pemerintah melakukan razia anti-gondrong, berbagai elemen gerakan mahasiswa di Bandung menggelar razia anti-orang gendut, sebuah bentuk ekspresi kekecewaan terhadap maraknya pejabat yang korup.
Salah satu peristiwa yang memicu perlawanan terbuka mahasiswa versus militer adalah terbunuhnya Rene Louis Conrad, mahasiswa elektro di ITB, tewas dibunuh secara mengenaskan akibat dikeroyok oleh taruna Akpol. Sesaat sebelum pengeroyokan, mahasiswa ITB melakukan pertandingan persahabatan dengan taruna Akpol, namun berakhir dengan tawuran massal karena ledek-ledekan kedua pihak.
Mahasiswa dan pelajar se-Bandung mengecam peristiwa terbunuhnya Rene Conrad. Sebagai bentuk solidaritas terhadap Rene dan mahasiswa ITB, sedikitnya 50.000 orang berpartisipasi dalam demonstrasi mengecam kejadian itu.
Walaupun dapat dikatakan bahwa rambut gondrong sangat dipengaruhi oleh gerakan hippies dan perkembangan musik Rock saat itu, namun kita juga harus melihat faktor ekonomi dan korupsi sangat berpengaruh besar dalam memicu keresahan mahasiswa saat itu. Boleh dikatakan, bahwa “pilihan rambut gondrong telah menandai perpisahan antara gerakan mahasiswa dan orde baru/militer.”
Begitulah, hingga gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menjatuhkan Soeharto, aktivis mahasiswa banyak sekali yang berambut gondrong. Ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di Universitas, aksi protes di depan kampus dipimpin dan diramaikan oleh mahasiswa berambut gondrong.
Sekarang ini, seiring dengan menyusutnya gerakan mahasiswa di berbagai kampus dan pengaruh kuat “lifestyle” baru dari luar, mahasiswa berambut gondrong mulai berkurang pula. Kalaupun ada yang masih berambut panjang, tapi bukan lagi “gaya gondrong” ala mahasiswa tahun 1980-1990-an.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa mahasiswa yang bangkit melawan dan menjadi aktivis harus berambut gondrong, tidak harus dan tidak perlu begitu. Kalau kita melihat dari gambaran historisnya, rambut “gondrong” telah menjadi gaya yang dimusuhi penguasa dan diasosiasikan dengan “penentang” atau kegiatan subversif. Tidak mengherankan pula, sebagian aktivis mahasiswa telah memilih “berambut gondrong”sebagai pilihan untuk menunjukkan perlawanan dan kritik.
Dari uraian di atas, baik secara historis maupun secara sosial, “gaya rambut” puya dimensi yang sangat luas, tidak sekedar “mahkota” di kepala. Tidak hanya gondrong, tapi ada banyak gaya lain untuk menunjukkan identitasi atau bahkan perlawanan, misalnya gaya rambut “Mohawk” yang menjadi identitas perlawanan punk hari ini, diambil dari kisah perjuangan kaum Indian. “rambut tidak sekedar mahkota anda, tapi boleh jadi menjelaskan pendirian politik anda.”
Penulis adalah anggota Redaksi Berdikari Online dan Staff Kajian dan Bacaan KPP-PRD.
Sumber:
1. F.C. Fanggidaej, Sekelumit Pengalaman Pada Masa Revolusi Agustus 1945-194, PPI Belanda.
2. –; Peristiwa Rene Conrad-Mahasisw ITB Tahun 1970, http://hanyaadadiindonesiasaja.blogs...asisw-itb.html
3. Aria Wiratma Yudhistira, Rambut Dan Sejarah Indonesia, terbitan KUNCI edisi 16 April 2007
Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com
Selasa, 18 Februari 2014
JAMINAN ALLAH BAGI MEREKA YANG BERSEDEKAH
Bismillahirrohmanirrohiim
Suatu kali, ada seorang yang berthawaf di Ka'bah seraya berulang-ulang membaca do'a, "Ya Allah, jagalah diriku dari sifat kikir, ya Allah jagalah diriku dari sifat kikir." Sehingga ada yang menegur, wahai hamba Allah, apakah engkau tidak mengetahui selain do'a ini? Ia menjawab, sesungguhnya Allah berfirman, "Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al Hasyr: 9) Barangsiapa takut kepada Allah dalam masalah harta, lalu membelanjakannya sesuai dengan yang diridhai-Nya, memberi makan fakir miskin, serta mengeluarkannya untuk menolong agama Allah dan meninggi-kan kalimat-Nya, niscaya Allah akan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, Allah akan menjaganya dan memberkahi keluarga dan anak-anaknya.
Jika ada orang kaya mengatakan padamu 'sedang engkau yakin tentang kejujurannya', berilah si fulan ini dan itu, besok engkau akan kuberi sesuatu yang lebih baik daripadanya, apakah engkau akan enggan menuruti kemauannya? Tentu, sedetik pun engkau tidak akan terlambat memenuhi keinginannya sebab engkau akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Lalu, apatah lagi jika yang menjanjikan kepadamu itu Allah Azza Wajalla, Pemilik langit dan bumi, Dzat Yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Maha Kaya?
Allah berfirman, "Dan kebaikan apa saja yang engkau perbuat untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya." (Al Muzzammil: 20)
Sebaliknya, orang yang menimbun hartanya dan tidak mau menafkahkan sebagian daripadanya kelak pada Hari Kiamat Allah akan mengalungkan harta yang ia bakhilkan tersebut di batang lehernya, (Q.S.: 3: 180). Dengan emas dan peraknya 'padahal di dunia keduanya amat ia banggakan' yang telah dipanaskan dalam Neraka Jahannam, dahi, lambung dan punggung mereka dibakar/diseterika, (Q.S. 9:34-35)
Adapun keberuntungan atau faedah menafkahkan harta di jalan Allah adalah sangat banyak.
Pertama, Allah menjamin nafkah orang tersebut. Dalam hadits Qudsi disebutkan, "Wahai anak Adam, berinfaklah niscaya Aku (menjamin) nafkahmu." (Muttafaq Alaih)
Kedua, mendapatkan kebaikan saat tibanya Hari Penyesalan, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Barangsiapa bersedekah senilai satu biji kurma dari hasil kerja(nya) yang baik 'dan Allah tidak menerima kecuali yang baik-baik' maka sungguh Allah menerimanya dengan Tangan KananNya, lalu merawatnya sebagaimana salah seorang dari kamu merawat anak kuda/ untanya sehingga (banyaknya) seperti gunung, karena itu bersedekahlah !." (Muttafaq Alaih)
Ketiga, bersedekah bisa menghapuskan dosa. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Puasa adalah benteng, sedangkan sedekah melenyapkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api." (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Keempat, nama harum di tengah-tengah masyarakat. Orang yang senang berinfak dan menyelesaikan kesulitan orang lain akan menjadi buah bibir dalam hal kebaikan. Berbeda dengan orang yang kikir, ia akan menjadi tumpuan kebencian orang lain karena hanya menumpuk harta bendanya untuk dirinya sendiri. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham ..."(HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
Kelima, berinfak adalah salah satu akhlak Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Di antara perbuatan yang sangat beliau cintai adalah memberi, bahkan memberikan sesuatu yang sangat beliau butuhkan sendiri, seperti pakaian yang sedang beliau kenakan. Demikian menurut hadits riwayat Bukhari dari Sahl bin Sa'ad Radhiallahu Anhu.
Keenam, berinfak menyebabkan rezki bertambah, berkembang dan penuh berkah. Lihat kembali (Q.S. 2:245)
Ketujuh, sedekah menyebabkan pemiliknya mendapat naungan pada Hari Pembalasan. Kelak pada Hari Pembalasan, saat kesulitan manusia memuncak dan matahari didekatkan dengan ubun-ubun manusia. Ketika itulah orang-orang yang suka bersedekah mendapat jaminan. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiallahu Anhu disebutkan, ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi Allah, pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya. Salah satunya adalah, "Laki-laki yang bersedekah dan menyembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedelapan, kecintaan Allah dan kecintaan manusia terhadapnya. Orang yang suka memberi akan dicintai orang lain, sebab secara fithrah manusia mencintai orang yang berbuat baik padanya. Seorang penyair bersenandung, "Berbuat baiklah kepada manusia, niscaya engkau menaklukkan hatinya. Sungguh, kebaikanlah yang menakluk-kan manusia. Berbuat baiklah jika engkau bisa dan kuasa, karena tidak selamanya orang kuasa berbuat baik."
Kesembilan, kemudahan melakukan keta'atan. Allah menolong orang yang suka bersedekah dalam melakukan berbagai keta'atan, sehingga ia merasa mudah melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman, "Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah".( Al Lail: 5-7)
Mudah-mudahan Allah menggolongkan kita termasuk di antara hamba-hamba-Nya yang suka bersedekah. Amin...
Rabu, 12 Februari 2014
KISAH WANITA CANTIK YANG MENGAGUMKAN
Bismillahirrohmanirrohiim
Ketika menelusuri sebuah jalan di kota Bashrah, Al Atabi melihat seorang wanita yang sangat cantik sedang bersendau gurau dengan seorang lelaki tua buruk rupa. Setiapkali wanita itu berbisik, laki-laki tersebut pun tertawa.
Al Atabi yang penasaran kemudian memberanikan diri bertanya kepada wanita itu. “Siapa laki-laki tersebut?”
“Dia suamiku”
“Kamu ini cantik dan menawan, bagaimana kamu dapat bersabar dengan suami yang jelek seperti itu? Sungguh, ini adalah sesuatu yang mengherankan” Al Atabi meneruskan pertanyannya.
“Barangkali karena mendapatkan wanita sepertiku, maka ia bersyukur. Dan aku mendapatkan suami seperti dirinya, maka aku bersabar. Bukankah orang yang sabar dan syukur adalah termasuk penghuni surga? Tidak pantaskah aku bersyukur kepada Allah atas karunia ini?”
Al Atabi kemudian meninggalkan wanita itu disertai kekaguman. Ulama Al Azhar, Dr Mustafa Murad, juga kagum dengan wanita itu sehingga memasukkan kisah ini dalam bukunya Qashashush Shaalihiin. Kedua ulama tersebut tidaklah kagum kepada wanita itu karena kecantikannya. Mereka kagum karena agamanya.
Dan benarlah pesan Rasulullah: “Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wanita yang baik agamanya, ketika ia kaya, ia tidak sombong. Ia justru dermawan, suka berinfaq dan mendukung perjuangan dakwah suami dengan hartanya.
Wanita yang baik agamanya, ketika ia memiliki kedudukan tinggi dan nasab yang mulia, ia tidak menghina orang lain. Ia justru menjadi wanita yang mulia dan menggunakan kedudukannya untuk membela kebenaran.
Wanita yang baik agamanya, ketika ia cantik, ia tidak membuat suaminya resah. Ia justru menjadi penghibur hati dan penyejuk mata bagi suaminya tercinta. Wallahu a’lam bish shawab.
Langganan:
Postingan (Atom)